PESONA BUDAYA KOTA KRETEK,
TUMBUHKAN BULIR-BULIR CINTA
BUDAYA LOKAL
Kabupaten
Kudus adalah kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang berada di jalur pantai
utara timur Jawa Tengah yaitu di antara Semarang – Surabaya. Kudus dikenal
sebagai kota penghasil rokok terbesar di Jawa Tengah. Oleh sebab itu Kudus
dikenal sebagai kota industri. Kudus dengan luas 425,17 Di Kudus terdapat 123
desa yang terdiri atas 9 kelurahan.
Kota Kudus itu
merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516
Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan. Kudus merupakan daerah industri dan
perdagangan, dimana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan
memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Jiwa dan semangat wirausaha masyarakat
diakui ulet, semboyan "jigang" (ngaji dagang) yang dimiliki
masyarakat mengungkapkan karakter dimana disamping menjalankan usaha ekonomi
juga mengutamakan mencari ilmu. Dilihat dari peluang investasi bidang
pariwisata, di Kabupaten Kudus terdapat beberapa potensi yang bisa dikembangkan
baik itu wisata alam, wisata budaya maupun wisata religi. Bidang agrobisnis
juga ikut memberikan citra pertanian Kudus. Jeruk Pamelo dan Duku Sumber
merupakan buah lokal yang tidak mau kalah bersaing dengan daerah lain. Dalam
hal seni dan budaya, Kudus mempunyai ciri khas yang membedakan Kudus dengan
daerah lain. Diantaranya adalah seni arsitektur rumah adat Kudus,
kekhasan produk bordir dan gebyog Kudus. Keanekaragaman potensi yang dimiliki
Kudus diharapkan mampu menarik masyarakat luar untuk bersedia hadir di Kudus.
Industri di Kudus yang terkenal diantaranya rokok dan bordir. Namun selain itu
juga banyak industri lain yang berkembang di kudus seperti kertas, pakaian
jadi, furniture, jenang, elektronik, logam dan fiber, percetakan,
pengolahan rotan, batu bata, gula tumbu, genteng, tas dan sandal, bandeng
presto dan kerupuk. Selain sektor industri, sektor pertanian juga menjadi
perhatian. Buktinya padi yang sebagai makanan pokok mempunyai peranan penting
dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat kudus. Tak heran jika di Kabupaten
Kudus padi juga merupakan tanaman yang banyak ditanam sebagian masyarakat
Kudus.
Kudus tidak
hanya terkenal sebagai kota kretek tetapi juga sebagai kota santri. Terbukti
dengan adanya Masjid Menara, Makam Sunan Kudus dan Makam Sunan Muria sebagai
simbol kereligiusan kota Kudus. Tempat-tempat tersebut menjadi salah satu
tujuan pariwisata para wisatawan lokal dan luar daerah. Banyak juga
tempat-tempat lain seperti air terjun Montel di Colo, Puncak 29 di Rahtawu, air
tiga rasa di Rejenu, Bumi Perkemahan Abiyoso, Bumi perkemahan Kajar, Museum
Kretek, Taman Krida Wisata dan GOR Kudus.
Ja’far Shodiq adalah nama asli Sunan
Kudus. Raden Ngudung merupakan nama panggilannya sewaktu masih kecil. Sunan
Kudus juga di juluki Raden Amir Haji sebab ia pernah bertindak sebagai pemimpin
jama’ah haji. Sunan Kudus adalah putra Raden Usman Haji yang menyiarkan Islam
di daerah Jipang Panolan, Blora Jawa Tengah. Menurut silsilahnya, Sunan Kudus
masih keturunan Nabi Muhammad SAW. Jika di tarik secara lengkap silsilahnya
sebagai berikut : Ja’far Shodiq bin Raden Usman Haji bin Raja Pendeta bin
Ibrahim Al-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadal Kubra bin Zaini Al-Husain
bin Zaini Al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayyidina Husain bin
Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sunan Kudus mendapat julukan “ Waliyul
Ilmi”. Sunan Kudus pernah belajar kepada ayahnya sendiri yaitu Raden
Usman Haji namun menurut cerita yang berkembang di masyarakat Sunan Kudus
adalah murid dari Kyai Telingsing dan juga dikisahkan Raden Ja’far Shodiq
berguru kepada Sunan Ampel selain mendapat predikat sebagai “Waliyul Ilmi”.
Sunan Kudus pernah menjadi qodli (hakim agung) pada masa pemerintahan Kerajaan
Demak selain seorang qodli ia mengemban amanah sebagai senopati (panglima
perang) yang gagah berani dengan kemampuan strategi dan taktik yang tinggi.
Menara Kudus adalah bangunan paling monumental peninggalan Sunan Kudus yang
menjadi identitas khas kota.
Pemerintah
Kabupaten Kudus membuat replika menara Kudus yang dikenal dengan sebutan “ Tugu
Identitas”. Selain menara Kudus peninggalan Sunan Kudus adalah masjid Al Aqsha
Kudus. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura yang biasa disebut
oleh masyarakat Kudus sebagai "Lawang kembar". Masjid menara dibangun
oleh Sunan Kudus pada tahun 956 H. Strategi da’wah Sunan Kudus antara
lain:
-
Merangkul tanpa menyakiti
-
Raih simpati dengan toleransi
-
Melalui budaya
-
Jalur perdagangan
Sunan Kudus mempunyai sikap dan rasa toleran yang
tinggi terhadap lingkungan dan terhadap agama lain di sekitarnya contohnya antara lain larangan menyembelih sapi bagi orang islam
karena pada masa itu Sunan Kudus sangat menghormati masyarakat hindu yang selalu
memulyakan hewan lembu atau sapi. Sunan Kudus sebagai sosok pujangga menciptakan lagu dan cerita
keagamaan. Karyanya yang paling terkenal adalah “Gending Maskumambang dan Mijil”.
Setiap tanggal 10 Muharram di Sunan Kudus mengadakan tradisi yang disebut
dengan “Buka Luwur”, merupakan upacara pergantian kain mori yang digunakan
membungkus cungkup dan nisan Sunan Kudus. Buka Luwur di iringi dengan pembagian
berkat dan diakhiri dengan pemasangan luwur baru. Sunan Kudus wafat di Kudus
pada Tahun 1550M dan dimakamkan di kompleks masjid menara Kudus.
Bukak
Luwur
Buka
luwur merupakan upacara pergantian luwur (kain mori) yang digunakan membungkus
cungkup nisan Sunan Kudus serta bangunan-bangunan lain disekitarnya. Kegiatan
ini di iringi beberapa ritual, diawali dengan penjamasan Keris Kyai Cinthaka,
doa rasul, terbang papat, pembuatan dan pembagian bubur as-syura, khatmil
qur’an bil ghaib, pengajian malam 10 Muharrom, pembagian berkat dan di akhiri
dengan pemasangan luwur baru. Tradisi yang berkembang hingga sekarang ini
merupakan refleksi masyarakat Kudus untuk mengenang jasa Sunan Kudus dalam
menyebarkan agama islam. Para tokoh masyarakat sepakat menamani “tradisi
tahunan” tersebut sebagai buka luwur, bukan haul. Penyebabnya, tidak ada bukti
yang jelas mengenai wafatnya Sunan Kudus,sehingga buka luwur digelar bukan
dalam rangka memperingati wafatnya sang Sunan.
Sumur
Tulak
Sumur
Tulak merupakan sumur yang terletak di Krapyak, Kerjasan, Kudus. Secara sekilas
tidak ada yang berbeda tentang sumur ini dengan sumur lainnya namun sumur ini
merupakan peninggalan pada masa Majapahit. Sumur ini merupakan sumur
peninggalan Syaikh Abdurrahman yaitu salah satu murid Sunan Kudus. Sumur kecil
ini berdiameter 1 meter dengan kedalaman 2.5 meter. Asal muasal sumur yang
berlokasi sekitar 2 kilometer arah utara Menara Kudus, ini adalah dari bekas
tombak Syaikh Abdurrahman. Menurut cerita terdahulu, dulu kerajaan Majapahit
Hindu terusik dengan majunya kerajaan Islam Demak. Sehingga diadakanlah
penyerangan lewat arah utara yaitu melewati Kudus. Namun sesampai di utara
Menara Kudus, yaitu sebelum sumur tulak, para prajurit kerajaan Majapahit
kelelahan dan kehausan. Melihat musuh yang akan menyerangnya kelelahan dan
kehausan, Syaikh Abdurrahman pun kasihan dan membantunya dengan memberi air
minum sebagai "Tombo Ngelak" atau "pelepas dahaga". Warga
sekitar sumur tulak percaya, sumur peninggalan Syaikh Abdurrahman itu memiliki
karomah dari Allah Swt. Sehingga setahun sekali, pada pertengahan bulan Suro
(Muharram), mereka berduyun-duyun mengambil air di sumur tersebut. Namun
sebelum airnya diambil, terlebih dahulu diadakan ritual pada hari-hari
sebelumnya, yaitu dengan membaca kalam-kalam Ilahi, berdzikir dan berdo'a
kepada Allah.
Guyang
Cekathak
Tradisi
ini digelar dengan maksud wasilah meminta hujan kepada Allah SWT saat musim
kemarau panjang. Cekathak (pelana kuda) yang di guyang atau dimandikan ini
adalah milik Sunan Muria. Pemandian cekathak ini dilakukan di Sendang Rejoso,
sekitar 100 meter jaraknya dari masjid Sunan Muria, biasanya dilakukan jum’at
wage pada puncak musim kemarau .
-
Masjid Agung Kudus
Masjid Agung Kudus terletak di tengah
kota Kudus, tepatnya di jalan Simpang Tujuh, alun-alun kota Kudus, propinsi
Jawa Tengah. Masjid Agung Kudus didirikan oleh Sunan Kudus pada tahun
1530. Masjid Agung Kudus memiliki Kubah yang berbentuk limas segiempat
bersusun tiga tumpukan. Ukuran bangunan utama sekitar 30 m x 28 m. Masjid Agung
Kudus memiliki satu buah menara dengan tulisan Allah pada pucuk menara
tersebut. Masjid Agung kudus terdiri dari 2 lantai. Di dalam masjid sendiri
tersimpan Al-Qur’an yang ukurannya tidak seperti biasanya.
- Masjid Wali
Masjid At-Taqwa atau biasa dikenal
dengan Masjid Wali ini terletak di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus.
Masjid Wali Loram didirikan pada tahun 1596-1597 atau pada masa peralihan Hindu-Buddha ke
Islam. Masjid ini dibangun Tjie Wie Gwan, seorang pengembara Muslim dari Campa,
China. Pada awal 1990-an, masjid tersebut direhabilitasi karena kayu-kayu di
bangunan tersebut sudah lapuk termakan usia. Masjid yang semula berdinding
papan dan berangka kayu itu pun berubah menjadi masjid yang berdinding tembok
dan berangka beton. Meskipun begitu, gapura masjid yang berbentuk seperti pura
tetap dipertahankan. Pada 1996 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa
Tengah menetapkan gapura yang merupakan peninggalan sejarah berusia ratusan
tahun tersebut sebagai bangunan cagar budaya. Selain gapura, masih ada sejumlah
peninggalan lain berupa beduk, sumur, ukiran sungging badar duwung dan tangga
menara masjid. Kini ada tradisi Nganten
Mubeng di Masjid Wali. Tradisi ini mewajibkan para pengantin baru melewati
pintu Barat dan Timur masjid yang berupa gapura klasik batu bata merah bercorak
Hindu sebagai prosesi ijab qobul. Selain tradisi nganten mubeng juga terdapat
tradisi lain seperti sedekah nasi kepel (nasi yang dibungkus daun jati),
dan ampyang maulid (kerupuk berwarna-warni yang terbuat dari tepung) .
Masjid Bubrah
Sesuai
dengan namanya, Masjid Bubrah merupakan bangunan yang berbentuk menara setengah
jadi yang terletak di Desa Demangan, Kecamatan Kota, Kudus. Masjid ini memiliki
panjang 4 meter, lebar 3 meter dan tinggi 2,5 meter. Alkisah, Masjid Bubrah ini
dibangun oleh Pangeran Pontjowati yang merupakan menantu Sunan Kudus dari
putranya yang bernama Pangeran Pontjobinar. Masjid Bubrah ini awalnya di bangun
oleh Pangeran Pontjowati menyerupai Menara Kudus dalam kurun waktu semalam.
Dalam membangun Masjid Bubrah Pangeran Pontjowati tidaklah sendirian, beliau
dibantu oleh wali lainnya. Memang tidak heran dengan kurun waktu satu malam
tersebut. Karena yang membangun adalah para wali yang mempunyai karomah yang
dianugerahkan oleh sang khaliq. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat,
ketika Pangeran Pontjowati sedang menyelesaikan pembangunan masjid ini, waktu
hampir menunjukkan subuh, tiba-tiba beliau melihat seorang janda yang sedang
menyapu. Kemudian beliau pergi meninggalkan tempat tersebut dan “nyabda” janda
tersebut menjadi patung. Sehingga pembuatan masjid ini tidak diselesaikan dan
yang ada hanyalah bangunan yang berbentuk menara setengah jadi. Jika kita pergi
ke sana kita akan melihat bentuk patung sangat kecil yang terpahat dalam batu
besar di tempat tersebut. Sekarang bangunan Masjid Bubrah telah mendapat
perhatian dari Balai Pelestarian Pengelolan Purbakala, Jawa Tengah. Yang telah
menetapkan cagar budaya pada tanggal 4 September 2005.
- Lentog
Lentog merupakan salah satu makanan
khas yang berasal dari Kudus yang di dalamnya terdapat paduan antara lontong
dengan sayur lodeh. Lentog banyak di sajikan di pedagang kaki lima yang banyak
dijumpai di tanjung karang sebelah selatan simpang lima tanjung karang yang
biasa disebut dengan “lentog tanjung”. Namun seiring dengan perkembangan jaman
kuliner lentog kudus sudah banyak di jumpai di berbagai tempat yang ada di Kudus. Lentog ini
terdiri dari berbagai sayur diantaranya lontong, Sayur kotho'an ( terbuat dri
tahu, tempe, dan santan ), Sayur gori ( nangka muda yang dicacah lembut dan
santan ), Kani ( santan kental gurih ) dan sambal cair. Sebagai pelengkap
lentog biasanya disajikan dengan telur puyuh khas kudus, Sate usus dan tentunya
kerupuk yang tak lupa ketinggalan. Semua sayuran pada lentog menggunakan santan
yang menjadikan makanan lentog ini gurih. Kuliner khas Kudus ini sekarang
banyak diminati oleh berbagai kalangan baik anak-anak,remaja sampai orang
dewasa. Bagi yang suka rasa pedas, Anda bisa meminta sambal yang cair maupun
bisa mengambil cabe rawit rebus yang biasanya disediakan di mangkok depannya.
Biasanya, untuk menemani makan lentog kudus penjual menyediakan teh
botol.
- Jenang Kudus
Jenang kudus merupakan salah satu
makanan khas yang berasal dari bumi Kota Kretek yang terbuat dari gula merah yang
sangat manis. Walaupun proses pembuatannya yang masih manual dan butuh waktu
yang lama makanan ini menjadi salah satu ikon Kota Kudus. Jenang merupakan
makanan yang kenyal terbuat dari tepung beras, tepung ketan, gula merah, wijen
dan santan kelapa untuk membuat jenang menjadi gurih dan dikemas dalam bentuk
kecil-kecil dibungkus dengan alumunium foil. Seiring dengan berjalannya waktu
saat ini jenang terdiri dari beberapa rasa diantaranya : kelapa, durian, strawberry
dan masih banyak lagi. Rasanya yang enak, khas dan tentunya lengket dimulut
menjadikan jenang banyak diburu oleh konsumen untuk buah tangan saudara
dikampung.
- Buah Parijoto
Bagi kita dan masyarakat Kudus, pastinya tidak asing dengan
buah parijoto. Buah ini hanya dapat tumbuh di dataran tinggi puncak Gunung
Muria. Buahnya berwarna putih kemerahan jika masih muda dan akan berwarna ungu
kemerah-merahan jika sudah tua. Bentuknya kecil-kecil dengan rasa asam, pahit,
sepet bercampur menjadi satu. Dikalangan masyarakat pedesaan (terutama yang
berada di wilayah dataran tinggi), Parijoto terkenal akan manfaatnya yang
sangat beragam. Selain ampuh sebagai obat sariawan, buah ini juga terbukti mampu
menanggulangi diare dan sangat dianjurkan bagi ibu hamil. Hasil riset menemukan
bahwa buah yang pada mulanya dibiarkan hidup liar di lereng-lereng gunung ini
ternyata mengandung zat kimia berupa kardenolin, saponin, flavonid
(terutama pada buah) dan tanin (terutama pada daun). Hal ini juga
kemudian menjawab pertanyaan mengapa Parijoto sangat dianjurkan sebagai
penambah nutrisi bagi ibu yang sedang mengandung. Umumnya para wanita
mengonsumsi parijoto setelah usia kandungan memasuki lima bulan ke atas. Namun
tak jarang, sudah mengonsumsi pada usia kehamilan dua-tiga bulan. Karena buah ini dipercaya, terutama oleh
penduduk pedesaan yang berada di daerah Gunung Muria, wanita hamil yang makan
rujak buah Parijotho bersama dengan buah Delima akan dikaruniai anak yang
tampan atau cantik serta soleh solihah. Konon mitos ini terlahir saat istri
Sunan Muria yang saat itu hamil, lalu mengonsumsi buah parijoto yang
ditemukannya jauh di dalam hutan. Dan bayi yang dilahirkan sehat serta berkulit
bersih. Oleh Sunan Muria, hal itu kemudian disebarkan oleh para santrinya dan
dipercaya hingga kini.
- - Batik Kudus
Batik
Kudus di kenal sebagai batik yang halus dengan isen-isen (isian dalam raga,
pola utama) yang rumit. Batik ini didesain dengan warna-warna slogan kecoklatan
yang diberi corak parang, tombak atau kawung. Batik tersebut juga dihias dengan
rangkaian bunga, kupu-kupu, buah parijoto, menara, gambar lentog serta ragam
motif lainnya yang sesuai dengan ciri khas Kabupaten Kudus. Pada era 60-an
sampai 80-an Kudus mempunyai batik dan mempunyai sentra-sentra batik di Kudus.
Seiring dengan perkembangan zaman, batik tulis kudus sedikit demi sedikit punah
karena kalah bersaing dengan batik printing dan batik cap dari
daerah-daerah lain. Namun, sekarang batik Kudus mulai berkembang lagi yang di
tandai dengan adanya butik batik khas Kudus seperti : Muria Batik Kudus, Dahlia
Batik Kudus dan lain-lain. Harga batik kudus lumayan fantastik berkisar antara
100.000 - 2.000.000-an lebih
Penulis by : Widad Ainun Nikmah
Penulis by : Widad Ainun Nikmah